Oleh karena itu, hadist itu ditambah dengan pernyataan bahwa setanpun ikut terbelenggu.
Ini adalah kiasan, yang artinya adalah; setan akan sangat kesulitan untuk menggoda muslim ketika sedang berpuasa di bulan suci.
Akan tetapi hal itu tidak menutup kemungkinan seorang muslim tetap terjaga dari godaan setan.
Setan akan terus menggoda manusia dengan berbagai macam cara termasuk dengan situasi dan kondisi sehari-hari pada bulan puasa itu.
Walaupun mungkin tidak sampai membuat puasa batal secara hukum, akan tetapi nilai-nilai esensi yang terkandung dalam puasa akan hilang sehingga puasanya menjadi sia-sia. Demikianlah seperti yang disabdakan oleh Nabi:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa selain lapar, dan berapa banyak orang sholat di tengah malam tidak mendapatkan apa-apa selain begadang” (HR. Nasa’i).
Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa tidak semua orang yang menjalankan ibadah puasa akan mendapat apa yang dijanjikan secara sempurna.
Semua tergantung dari sejauh mana manusia menunaikan hak-hak puasa itu.
Ada yang mampu menjalankan ibadah puasa dengan sempurna, ia tidak hanya mampu menjaga diri dari segala yang membatalkan dan merusak puasa, melainkan ia mampu memakmurkannya dengan berbagai macam kebajikan.
Namun, lebih banyak lagi yang menyia-nyiakan hari-hari di bulan Ramadhan.
Bulan Ramadhan dijadikan sebagai bulan makan-makan dan tidur di siang harinya.
Sehingga menyelisihi hikmah disyariatkannya puasa yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan hadis.
Tiada aktivitas di siang hari selain menunggu datangnya berbuka.
Tidur, bermain atau menghibur diri (kendati dengan perkara mubah) agar waktu serasa cepat berlalu dan waktu berbuka cepat datang.