Rasulullah kemudian memperingatkan Abu Hurairah agar tidak mengamalkan ajaran yang disampaikan oleh setan itu.
Karena yang benar adalah mengamalkan ajaran yang telah disampaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berdasarkan peristiwa tersebut, wajar jika kemudian timbul pertanyaan terkait kalimat yang menyebutkan setan-setan dibelenggu selama Ramadhan.
Selama ribuan tahun, sudah banyak ulama yang memiliki pendapat berbeda tentang kalimat tersebut.
Ada ulama yang memaknainya secara harfiah, tapi ada juga yang berpendapat bahwa makna dari kalimat itu sebenarnya adalah saat bulan puasa, setan tidak leluasa untuk menggoda manusia.
Karena selama bulan Ramadhan berlangsung, lebih banyak orang yang berbuat kebajikan dengan melakukan ibadah, dibandingkan terpancing pada kemaksiatan.
Abdul Muhammad dalam kitab Umdatul Qari’ menjelaskan penyebab mengapa kemaksiatan tetap merajalela di bulan Ramadhan.
Menurutnya, hal ini dikarenakan setan hanya tidak bisa mengganggu mereka yang tengah berpuasa, dan senantiasa menjaga rukun, syarat dan adab puasa itu sendiri.
Sedangkan pendapat lain menyebutkan, bahwa setan yang dibelenggu hanya sebagian, tapi tidak seluruhnya.
Jadi, makna sebenarnya dari hadits yang menyebutkan setan dibelenggu adalah hanya untuk membatasi aktivitas setan dan jin jahat saja.
Dan hal itu pun dilakukan oleh orang yang menjalankan puasa.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits shahih, bahwa dibelenggunya setan tidak lantas berhubungan dengan maksiat yang dilakukan seseorang.
Ini dikarenakan pada manusia masih ada faktor lain yang dapat mendorong untuk melakukan kemaksiatan, yakni nafsu dan kebiasaan buruk.
Belum lagi kenyataan bahwa setan juga ternyata ada yang berasal dari golongan manusia.
Sehingga bisa saja, perilaku yang buruk itu tetap ada, meski tanpa adanya gangguan dari setan dan kawan-kawannya.