MANADONESIA.COM - Para pegawai negeri sering dipandang dalam kapasitasnya sebagai aparat pemerintahan.
Tetapi sejatinya pegawai negeri memiliki dimensi penting dalam dakwah Islam. Pegawai negeri Muslim memiliki tanggungjawab menyebarkan dakwah Islam yang rahmatan lil alamin.
Pegawai negeri perlu dibimbing agar juga memperhatikan kewajiban dakwahnya. Inilah penjelasan Gus Baha.
Gus Baha merupakan salah satu santri yang kerap kali diberi pesan dan nasihat secara khusus dari gurunya, yaitu K.H. Maimoen Zubair (Mbah Moen).
Baca Juga: Gus Baha dan Problem Dikotomi Ilmu: Ilmu Umum dan Ilmu Agama Itu Tidak Ada Bedanya!
Terdapat banyak sekali nasihat yang sangat beliau kenang ketika nyantri di pesantren yang diasuh oleh Mbah Moen, Al-Anwar Sarang, Rembang.
Di antara yang masih beliau kenang ialah ketika Mbah Moen menyatakan bahwa, “Kelak di akhir zaman agama akan dibawa (disebarkan) oleh para pegawai negeri, maka dari itu perlu kiranya untuk senantiasa dibimbing.”
Pernyataan tersebut sejatinya tidak hanya disampaikan kepada Gus Baha saja, karena memang Mbah Moen berkali-kali menyampaikannya di hadapan santri-santri yang lain.
Pernyataan itu pun sontak membuat para santri terperanjat karena tak sesuai dengan yang mereka bayangkan, khususnya Gus Baha.
Baca Juga: Gus Baha Angkat Bicara Tentang Khilafah Yang Perlu Direnungkan, Berikut Penjelasannya
Karena sebagaimana yang dipahami para santri secara umum ialah, agama dibawa oleh para Nabi, yang mana diwariskan kepada ulama.
Sedangkan yang meneruskan ulama itu santri, yang ditakdirkan menjadi pewaris gurunya. Oleh karenanya, aneh saja apabila tiba-tiba turunnya ke pegawai negeri.
Gus Baha akhirnya berkesempatan untuk menyampaikan pertanyaan terkait hal tersebut, “Kalau santri di mana, Yai?” Kemudian Mbah Moen menjawab, “Santri bisa di mana saja. Karena pasti manfaat.”
Jawaban itu memang cukup jelas bagi Gus Baha, akan tetapi beliau belum bisa menjumpai kenyataannya secara langsung saat itu juga.
Beliau merasakan kesahihan pernyataan gurunya itu tatkala Gus Baha sudah menjadi kiai, yang mana para muhibbin-nya memiliki latar belakang yang berbeda-beda.