Hasil Pertama, muashabah, secara umum artinya evaluasi diri, yakni senantiasa menilai diri sendiri tentang hasil yang telah, sedang, dan akan dicapai dalam kehidupan.
Misalnya, apakah keberadaan kita dalam suatu komunitas sudah bermanfaat bagi orang lain? Ini menjadi tolok ukurnya.
Kalau sudah, ya kita mantapkan dan kalau perlu kita tingkatkan. Muashabah adalah proses kreatif dalam kehidupan.
Tanpa muashabah, hidup kita akan menjadi pasif atau berhenti, tidak ada perubahan. Hari ini harus lebih baik dari hari 8 kemarin.
Kalau hari ini masih sama dengan hari kemarin, sesungguhnya kita telah merugi.
Hasil kedua, murakobah, secara umum artinya pengawasan. Maknanya perbuatan kita yang senantiasa diawasi oleh Yang Maha Pencipta.
Apa pun kegiatan kita, di tempat gelap atau di tempat terang, kita harus merasa tidak lepas dari pengawasan Allah Swt.
Dalam hal ini, ada kisah penggembala domba yang ditanya oleh Sayidina Abubakar. Begitu banyak domba-domba yang Anda gembala wahai Saudaraku!, sapa sahabat Nabi.
Siapakah yang telah memiliki domba sebanyak ini Saudaraku?, tanyanya menelisik. Yang punya tuanku, jawab singkat penggemla.
Siapakah lagi yang mengetahui bahwa domba ini milik siapa, selain Anda sendiri dan Tuan Anda serta saya sebagai pendatang?, tanya sahabat Nabi kemudian.
Tentunya, selain kita, Allah Swt yang Maha Mengetahui, ya pendatang! Sahabat Nabu pun kaget dengan jawaban penggembala jujur ini.
Inilah contoh seorang penggembala yang sudah sampai pada tahapan murakobah dalam menjalankan ibadahnya.
Selain kedua hasil ibadah tersebut, tentu masih banyak hasil yang lain. Dalam kultum ini, dibatasi sampai di sini. Amin.***