nasional

Adik Ipar Jokowi Anwar Usman Tidak Setuju MK Hapus Aturan Presidential Threshold, Ungkap Alasan Ini

Minggu, 5 Januari 2025 | 14:25 WIB
Anwar Usman, adik ipar Jokowi, tidak setuju MK hapus aturan Presidential Threshold. Ia sampaikan dissenting opinion soal uji materi

Manadonesia.com - Mahkamah Konstitusi (MK) telah ketok palu menghapuskan aturan Presidential Threshold.

Presidential Threshold adalah ambang batas minimal jumlah kursi yang harus dimiliki oleh suatu partai politik atau gabungan partai politik dalam pemilu legislatif untuk dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilu.

Di Indonesia, ambang batas ini diatur dalam Undang-Undang Pemilu dan bertujuan untuk memastikan bahwa hanya partai politik atau koalisi partai yang memiliki dukungan yang cukup besar di parlemen yang dapat mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Dalam praktiknya, Presidential Threshold di Indonesia ditetapkan sebesar 20% dari total kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 25% dari suara sah nasional dalam pemilu legislatif yang sebelumnya.

Dengan kata lain, suatu partai atau koalisi yang ingin mencalonkan presiden dan wakil presiden harus mendapatkan minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow, mengungkapkan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) sebesar 20% dalam putusan nomor 62/PUU-XXI/2024 merupakan langkah yang tepat.

Menurutnya, saat pemilu presiden, calon wakil presiden, dan pemilu legislatif diselenggarakan secara serentak, maka ambang batas untuk pencalonan presiden dan wakil presiden seharusnya dihapuskan sama sekali.

Ia menilai bahwa adanya pengaturan yang tidak konsisten dalam sistem pemilu, di mana pemilu legislatif dan presiden diserentakan, tetapi Presidential Threshold tetap dipertahankan, mengundang kejanggalan.

"Pemilu diserentakan, namun Presidential Threshold tidak dibuat nol, ini sedikit aneh," ujarnya di Jakarta pada 2 Januari 2025.

Jeirry juga menegaskan bahwa keputusan MK tersebut harus menjadi acuan bagi eksekutif dan legislatif, terlebih dengan adanya rencana besar untuk merevisi Undang-Undang Pemilu pada tahun ini.

Rencana tersebut termasuk pengintegrasian Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, Undang-Undang Pilkada, dan kemungkinan Undang-Undang Partai Politik.

Jeirry mengkritik pembuatan banyak undang-undang yang seringkali lebih dipengaruhi oleh kepentingan kekuasaan daripada berdasarkan pada norma dan pengalaman aktual, terutama dalam konteks pemilu.

"Jangan sampai semangat seperti ini mendominasi pembuatan UU Pemilu, yang justru mengabaikan keputusan MK dan malah menghasilkan norma baru yang bertentangan," tegasnya.

Putusan MK ini juga berdampak pada proses verifikasi partai politik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jeirry mengatakan bahwa aturan mengenai partai politik dalam UU Partai Politik sudah cukup ketat, namun masalahnya ada pada proses verifikasi.

Menurutnya, verifikasi dalam pemilu sebelumnya penuh dengan dugaan manipulasi politik uang dan tidak cukup ketat, sehingga partai-partai yang kekuatannya tidak signifikan tetap lolos.

Halaman:

Tags

Terkini