Pada saat membuka medsos kata Astrid, kita langsung diperhadapkan pada banyak informasi yang memiliki beragam muatan emosi.
Ini tanpa disadari oleh pengguna media sosial hingga beban emosi menumpuk.
Astrid mengatakan bahwa pada saat kita membuka media sosial, yang tubuh kita lakukan adalah mengambil dan memproses informasi dari info tersebut.
Misalkan ada orang yang berduka, walaupun yang diposting hanya sebuah gambar dan sedikit tulisan, namun itu sudah menggambarkan sinyal kedukaan pada diri kita ungkap Astrid.
Namun sebaliknya kata Astrid, pada postingan lain yang menggambarkan pesta kegembiraan, lalu tubuh kita kembali memproses emosi kegembiraan tersebut.
Bayangkan, dalam waktu singkat tubuh kita sudah mengasup banyak informasi dan emosi, dan tanpa kita sadari, beban emosi lebih besar dari yang kita fikiran sebelumnya tukas Astrid lagi.
Tidak hanya lelah mata, kata Astrid namun banyak informasi di media sosial yang dilihat juga dapat membuat kita capek secara emosional, yang membuat kita cendrung sensitif melihat unggahan pengguna lain.
Ketika kita dalam kondisi capek-capek ataupun galau, lalu kita melihat media sosial, ini lebih memperbesar resiko mengikatkan pesan dari medsos ke kondisi kita yang negatif menurut Astrid.
Baca Juga: dr. Zaidul Akbar: Jangan Tidur Seperti Ini, Bisa Sebabkan Sakit dan Matipun Masuk Neraka
Misalkan pengguna media sosial lain-lain yang berhasil mengunggah cerita hidup sukses dan kemewahannya, lalu kita merasa kok hidup kita menyedihkan ya, tidak berhasil seperti mereka.
Inilah kata Astrid yang kemudian berdampak pada kesehatan mental kita.
Padahal sesuatu yang tampak sempurna dan bahagia di media sosial, belum tentu menggambarkan kondisi yang sebenarnya kata Astrid lagi.
Ada kecenderungan seseorang membagikan kisah suksesnya atau hidup bahagianya di media sosial, hanya kerena ingin mendapatkan pengakuan dan apresiasi dari orang lain kata Astrid.