إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ
“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.”30
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin berkata, “Lebih tepat wanita hamil dan menyusui dimisalkan seperti orang sakit dan musafir yang punya kewajiban qadha’ saja (tanpa fidyah).
Adapun diamnya Ibnu ‘Abbas tanpa menyebut qadha’ karena sudah dimaklumi bahwa qadha’ itu ada.”31 Kewajiban qadha’ saja merupakan pendapat Atha’ bin Abi Rabbah dan Imam Abu Hanifah.
Dengan demikian, wanita hamil dan menyusui terkena ayat (yang artinya), “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Demikianlah orang yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan.
Selain dari beberapa kriteria di atas, maka tetap wajib melaksanakan puasa sesuai syariat wajibnya.***