Tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya sadranan atau nyadran ini ternyata berasal dari tradisi Hindu-Budha.
Baca Juga: Kamu Perlu Tau! Ini 2 Cara Penetapan Bulan Ramadhan Agar Sempurna Meraih Keberkahannya
Namun, seiring dengan perkembangan ajaran Islam di abad ke-15, para Wali Songo kemudian menggabungkan tradisi tersebut dalam dakwahnya.
Tujuan penggabungan dua budaya berbeda ini oleh Wali Songo adalah agar ajaran Islam dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat.
Karena dulu, kepercayaan yang melekat kuat di masyarakat Jawa adalah tentang pemujaan kepada roh, yang dalam Islam justru dianggap musyrik.
Baca Juga: Hikmah Ramadhan 1444 H: Bersedekah ala Gus Baha, Surga Jadi Milikmu
Itulah sebabnya Wali Songo menggunakan cara tersebut untuk meluruskan pemahaman yang salah itu.
Tidak dengan cara menghapus apa yang telah menjadi adat istiadat, namun menyelaraskannya dengan ajaran Islam.
Mulai dari membaca Al-Qur'an, berdzikir, tahlil, dan juga doa kepada leluhur yang telah meninggal.
Sehingga sadranan atau nyadran kemudian dipahami sebagai bentuk hubungan antara leluhur dengan manusia dan Tuhan.
Baca Juga: Hikmah Ramadhan 1444 H: Kekuatan Surat Al-Falaq, Bisa Menangkal Sihir tingkat Dewa, Kok Bisa?
Umumnya, sadranan atau nyadran dilakukan pada hari kesepuluh bulan Rajab, atau saat bulan Sya'ban tiba.
Adapun rangkaian yang dilakukan dalam tradisi sadranan atau nyadran ini antara lain :
1. Besik
Yaitu membersihkan makam leluhur dari semua kotoran dan rerumputan yang tumbuh liar.