Sadranan atau Nyadran, Tradisi Menyambut Ramadhan Unik di Jawa Tengah, Ternyata Dulu Berasal dari Agama Ini

photo author
- Rabu, 8 Februari 2023 | 06:15 WIB
Sadranan atau Nyadran, Tradisi Menyambut Ramadhan Unik di Jawa Tengah, Ternyata Dulu Berasal dari Agama Ini (Foto: Capture YouTube Info Seputar Wedi)
Sadranan atau Nyadran, Tradisi Menyambut Ramadhan Unik di Jawa Tengah, Ternyata Dulu Berasal dari Agama Ini (Foto: Capture YouTube Info Seputar Wedi)

MANADONESIA.COM – Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi masing-masing saat menyambut datangnya bulan Ramadhan, termasuk Jawa Tengah.

Adalah sadranan atau nyadran, tradisi unik dari Jawa Tengah, yang sering dilakukan setiap tahun, untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan.

Namun ternyata, hanya sedikit yang tahu jika sadranan atau nyadran yang dilakukan masyarakat di Jawa Tengah untuk menyambut Ramadhan ini, ternyata dulu berasal dari agama lain.

Baca Juga: Hikmah Ramadhan 1444 H: Gus Baha Sering Mengamalkan Sura Al Fatihah 313 Kali, Kenapa?

Dilansir dari laman Kebudayaan Jogjakota, istilah sadranan atau nyadran berasal dari bahasa Sansekerta, “shraddha” yang memiliki arti keyakinan.

Shraddha ini sendiri merupakan suatu upacara yang dilakukan untuk menghormati arwah dari orang-orang yang telah meninggal.

Penghormatan ini ditandai dengan cara melakukan bersih-bersih di makam leluhur, oleh masyarakat di Jawa Tengah.

Baca Juga: 42 Hari Menuju Ramadhan 1444 H Tahun 2023, Jagalah Kesehatan Dengan Resep Herbal Dari dr. Zaidul Akbar Ini

Di sisi lain, sadranan atau nyadran ini juga dikenal dengan nama “ruwahan”, yang berasal dari kata “ngluru” dan “arwah”.

Pada dasarnya, tradisi sadranan atau nyadran ini, dilakukan di bulan Ruwah dalam kalender Jawa, atau Sya'ban di kalender Hijriyah.

Tujuan dilakukannya tradisi ini adalah sebagai bentuk rasa syukur, yang dirangkaikan dengan mengunjungi makam leluhur di suatu desa atau kelurahan.

Baca Juga: Nikmat Dari Julid Tetangga, Emang Ada? Begini Kata Buya Yahya

Makna lainnya dari sadranan atau nyadran adalah mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia, dan sebagai cara untuk pengingat diri akan kematian.

Selain itu, tradisi ini juga menjadi sarana melestarikan budaya gotong royong di masyarakat, sekaligus menjaga keharmonisan hidup bertetangga.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ady Imban

Sumber: YouTube

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X