Sebelum makan bersama dimulai, makanan yang dibawa tersebut terlebih dulu dibawa kepada pemuka agama untuk didoakan agar mendapat berkah, sebelum kemudian dilakukan tukar-menukar.
Dikutip dari kanal YouTube Info Seputar Wedi, pada beberapa daerah, sadranan atau nyadran dilaksanakan dengan berbagai cara berbeda dan tanggal yang juga tidak sama.
Baca Juga: Hikmah Ramadhan 1444 H: Kalimat Penumbuh Rezeki 7 Turunan, Gus Baha Beri Bocorannya
Umumnya masyarakat pedesaan di Jawa menyelenggarakan sadranan atau nyadran secara komunal di siang hari sampai sorenya.
Aneka bawaan yang disajikan merupakan unsur sesaji sebagai landasan permohonan doa.
Sesaji di sini menjadi simbol bahwa masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi harmoni dan keselarasan, baik antar sesama manusia maupun dengan alam semesta.
Sadranan atau nyadran dapat diartikan sebagai ekspresi dan ungkapan kearifan sosial masyarakat di mana rasa gotong-royong, solidaritas dan kebersamaan menjadi pola utamanya.
Baca Juga: Hukum Berpuasa untuk Rayakan Hari Kelahiran Sendiri, Simak Penjelasan Ustadz Adi Hidayat
Dalam sadranan atau nyadran ini, masyarakat akan bersama-sama tanpa ada sekat, baik itu kelas sosial atau status sosialnya, serta tidak ada perbedaan agama atau keyakinan.
Nuansa kedamaian dan humanitas sangat kental terasa dalam tradisi ini. ***