Sebelum Ditetapkan 17 Oktober, Istana Ungkap Ada Alternatif Tanggal Lain Sebagai Hari Kebudayaan Nasional

photo author
- Rabu, 16 Juli 2025 | 20:17 WIB
Momen Presiden Prabowo membuka dan meresmikan groundbreaking proyek baterai listrik terintegrasi di Karawang, Jawa Barat pada Minggu, 29 Juni 2025. (Tangkapan layar YouTube Prabowo Subianto)
Momen Presiden Prabowo membuka dan meresmikan groundbreaking proyek baterai listrik terintegrasi di Karawang, Jawa Barat pada Minggu, 29 Juni 2025. (Tangkapan layar YouTube Prabowo Subianto)

Manadonesia.com - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengungkapkan bahwa sebenarnya 17 Oktober bukan satu-satunya pilihan untuk dijadikan sebagai Hari Kebudayaan Nasional.

Hasan menyebut awalnya ada 6 hingga 7 opsi tanggal untuk Hari Kebudayaan Nasional.

“Ada 6 atau 7 tanggal yang dijadikan alternatif sebagai Hari Kebudayaan, misalnya ada 2 Mei yang sudah Hari Pendidikan, tanggal 20 Mei, ada beberapa tanggal lagi yang diusulkan, saya lupa,” ujar Hasan Nasbi dalam konferensi pers mingguan di Jakarta pada Rabu, 16 Juli 2025.

Baca Juga: Isu Bupati Batang Hari Ngambek Dibantah, Pemkab Pastikan SK PPPK Tak Ditahan

“Tapi karena hari-hari itu sudah ada hari peringatannya dan tanggal 17 Oktober ini ada hari sejarahnya, pengakuan resmi pemerintah terhadap keberagaman,” imbuhnya.

Hasan mengatakan bahwa tanggal tersebut menjadi momen semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian tak terpisahkan dengan lambang negara, yakni Burung Garuda.

“Itu puncak pengakuan terhadap keragaman budaya bangsa Indonesia,” ucap Hasan.

Ia meyakinkan bahwa tidak ada cocoklogi dalam pemilihan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional ini, termasuk sengaja disamakan dengan hari ulang tahun Presiden Prabowo.

“Kebetulan-kebetulan itu banyak,” tambahnya.

“21 Juni, Bung Karno wafat. 21 Juni, Presiden ke-7 Indonesia lahir, kalau cocoklogi bisa panjang tuh, orang mau memperingati sebagai wafatnya Presiden boleh, sebagai hari lahirnya Presiden, boleh,” imbuhnya

Ia kemudian mengingatkan lagi tentang 17 Oktober yang memiliki persoalan mirip.

“Orang yang memperingati 17 Oktober diperingati sebagai Hari Kebudayaan, boleh, sebagai hari lahirnya seseorang juga boleh,” tuturnya.

“Jadi kita mulai belajar menghindar dari cocoklogi dan otak-atik gathuk,” tandasnya.
***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Fahri Rezandi Ibrahim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X