Jika seluruhnya dipasok dari petani dan peternak lokal, efek domino yang tercipta diyakini sangat besar.
Kendati demikian, Zulhas mengingatkan realisasi potensi tersebut bergantung pada kemampuan sektor pangan dalam negeri untuk memenuhi lonjakan permintaan.
“Kita ingin semua bahan dari dalam negeri, tapi pasokannya harus siap. Jangan sampai harga naik tinggi,” ujarnya.
Pemerintah disebutnya tengah menyiapkan mekanisme distribusi dan pembiayaan yang efisien agar manfaat ekonomi dapat dirasakan masyarakat luas.
Zulhas: Investasi Sumber Daya Manusia
Zulhas menegaskan, MBG harus dilihat sebagai strategi membangun kualitas manusia, bukan semata bantuan pangan.
Dengan memenuhi kebutuhan gizi anak-anak dan ibu hamil, program ini diharapkan menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif.
Ia pun berharap seluruh pihak, termasuk pelaku usaha dan pemerintah daerah, ikut mengawal pelaksanaan MBG agar berjalan tepat sasaran.
“Kalau ini berhasil, hasilnya baru akan terlihat dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan,” ujar Zulhas.
Berkaca dari hal itu, sebelumnya, terdapat sorotan khusus dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI).
LPEM FEB UI menilai, Indonesia bisa belajar dari pendekatan yang digunakan Brasil dalam menjalankan program makan sekolah nasionalnya.
LPEM Soroti Gaya Brasil
Melalui unggahan resmi di akun Instagramnya @lpemfebui, pada Jumat, 31 Oktober 2025, LPEM FEB UI menjelaskan, Brasil mewajibkan sebagian anggaran program makan sekolah dialokasikan untuk membeli bahan pangan dari petani lokal.
“Sekitar 30 persen total anggaran PNAE wajib digunakan untuk membeli bahan pangan langsung dari petani keluarga atau lokal. Ini langkah nyata menuju ketahanan pangan dan keberlanjutan,” tulis LPEM FEB UI.
Menurut lembaga itu, kebijakan tersebut tidak hanya menjamin ketersediaan bahan pangan segar, tetapi juga memperkuat ekonomi masyarakat di pedesaan.