Manusia dapat membedakan kategori-kategori dari setiap model dan setiap sistem dalam pola pikir, secara bersama dan tersebar luas. Misalnya: Masjid,pasar, dan nightclub adalah simbol, ada modelnya dalam pola pikir manusia.
Mesjid sebagai simbol, dapat menjadi refens sistem religi –tempat shalat-, juga sistem teknologi –arsitektur -. Demikian pula pasar dan naightclub kedua adalah simbol untuk sistem ekonomi dan estetika, tersediri atau keduanya-keduanya sekaligus.
Al-Quran adalah wahyu Allah swt. Yang diturunkan kepada Muhammad saw. (rasul-Nya), sebagai hudan-petunjuk bagi manusia untuk kebahagiaan hidupnya dunia-akhirat Assunnah juga adalah wahyu (Q.S. An-Najm 53: 1-11)
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَىٰ مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَىٰ وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَىٰ وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَىٰ ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّىٰ فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَىٰ فَأَوْحَىٰ إِلَىٰ عَبْدِهِ مَا أَوْحَىٰ مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَىٰ
Yang artinya :
Demi bintang ketika terbenam. kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Meskipun untuk menyakini kewahyuanya diperluka proses pentarjihan ke-shahihan sanad maupun matan-Nya.
Wahyu diimani dan dipahami sebagai irfaun –pengetahuan – datang dari Allah Rab al-‘Alami, dengan perantaraan, misalnya melalui studi emperik, reflektif dan intesif terhadap mushaf Alquraan dan periwayartan Assunnah, ataupun tanpa perantara, misalnya melalui proses ilmu ladui –studio nonemperik dan non intensif.
Dalam transformasi budaya bagi umat Islam, unsur wahyu ii domunal, pada titik berangkatnya, pada tujuan antara dan tujuan akhirnya, pada proses pelaksanaannya, serta pada produksi yang dihasilkanya.
Titik Temu Al-Quran Dan Budaya
Alquran dan budaya dapat saling isi dan terintegrasi, karena kesamaan unsur esensial. Esesni budaya adalah ‘’pengetahuan’’ yang dapat megendap dalm pola dan tata pikir yag berfungsi untuk merespons setiap siti mulus dari lingkungan sosial, melalui simbol-simbolbahasa.
Bedanya yang menojol, simbol wahyu, berbahasa Arab, dari Allah swt. Diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dengan perantara Jibril, ataupun yang tidak; sementara itu simbol budaya, merupakan rumusan manusia dengan beragan bahasa, yang diperoleh lewat pewarisan pengalaman terhadap lingkungan sosialnya.
Meskipun wahyu sumbernya dari Allah ‘Alim al-Gaib wa as-Syahadah; namun itu memahami dan mengamalkan petunjuk yang dikandungnya, manusia mengunakan simbol kebudayaan menurut bahasa yang dipahaminya.
Di sini letak titik temu, antara simbol wahyu yang transedental dan simbol budaya yang kategorikal. Tetapi –bagi umat Islam – kare sumber wahyu transedental, maka diimai mutlak benarnya. Allah berfirman di dalam Q.s. Ali Imran 3: 60, berbunyi:
الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلَا تَكُن مِّنَ الْمُمْتَرِينَ
Yang artinya :