Karena itu lebih baik, sebab dia masih memiliki keinginan untuk bertaubat sebelum ajal datang menjemput.
“Gak apa-apa, masih taubat, Alhamdulillah. Sebelum mati masih taubat, masih lumayan. Yang repot, sampai mati nggak taubat,” kata Buya Yahya.
Misalkan saja kita punya hutang puasa Ramadhan yang cukup banyak yang belum diganti, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyadari dulu kesalahan tersebut.
Mohon ampunlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Langkah selanjutnya tentu saja adalah dengan meng-qadha puasa Ramadhan tersebut.
Tapi sebelum di-qadha, maka perlu untuk mengambil catatan terlebih dulu, untuk memastikan berapa banyak puasa yang harus diganti.
Mulailah dengan mengingat kapan haid pertama kita datang (bagi wanita yang tidak berpuasa karena menstruasi bulanan), lalu kurangi dengan usia kita saat ini.
Kemudian lanjutkan lagi dengan menghitung berapa lama normalnya masa haid tersebut kita alami.
Jika misalnya setiap Ramadhan tiba, kita tidak berpuasa sebanyak 10 hari karena haid, dan itu terjadi selama kurun waktu 10 tahun.
Maka hitungannya adalah, jumlah bulan Ramadhan yang kita lalui sejak baligh, ditambahkan dengan rentang tahun yang sudah dilalui, lalu dikalikan dengan banyaknya hari saat tidak berpuasa.
Jika dimasukkan angka tersebut, maka akan memperoleh hasil : (10+10) x 10 = 200 hari.
“Agar terhindar dari rasa was-was, maka dihitung dulu (puasa yang di-qadha). Baru setelah itu puasa, Anda hitung (lagi),” jelas Buya Yahya.
Apabila kita bingung dengan jumlah hari puasa yang di-qadha, misalkan antara 7 dan 8, maka ambillah yang paling tinggi nilainya.
Sebab kata Buya Yahya, yang demikian itu akan menghapus keragu-raguan dalam hati kita.
“Dan tolonglah meng-qadha ini. Kalau memang kita punya masa lalu yang tidak baik, qadha ya, sebelum ajal tiba. Meng-qadha puasa itu adalah bebas waktunya. Kalau Anda pilih di hari-hari puasa sunnah, maka Anda pun mendapatkan pahala Sunnah,” tegas Buya Yahya.