Manadonesia.com — Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando H. Ganinduto, menegaskan bahwa praktik reklamasi tambang oleh BUMN tidak boleh berhenti sebagai kewajiban administratif.
Dalam wawancara bersama tim Jaringan Promedia, Selasa (7/10/2025), politisi Golkar ini menekankan pentingnya pengawasan langsung di lapangan agar BUMN pertambangan benar-benar menunaikan tanggung jawab ekologis dan sosialnya.
Tak hanya itu, Firnando juga bicara blak-blakan soal inefisiensi BUMN, banjirnya impor murah dari Tiongkok, hingga arah baru investasi melalui Danantara.
Baca Juga: Menteri PU Sebut Renovasi Ponpes Al Khoziny dengan APBN, Menkeu Purbaya Bilang Begini
Ia menilai, tanpa keberanian memperkuat industrialisasi nasional dan menegakkan pengawasan, Indonesia berisiko menjadi pasar besar tanpa kedaulatan ekonomi.
*Bagaimana pandangan Anda soal reklamasi tambang oleh BUMN yang belakangan disorot publik?*
Reklamasi itu tidak boleh hanya jadi laporan administratif. Harus konkret dan berkelanjutan. Kami di Komisi VI sudah menjadwalkan pengawasan lapangan langsung untuk memastikan reklamasi benar-benar berjalan dan memberi manfaat bagi masyarakat sekitar tambang.
Keberhasilan reklamasi menjadi tolok ukur kredibilitas BUMN tambang dalam mengelola sumber daya negara. Kalau dilakukan sungguh-sungguh, kepercayaan publik terhadap korporasi negara juga akan naik.
*Apakah BUMN tambang sudah cukup transparan dalam pelaporan reklamasi?*
Belum semua. Masih banyak yang hanya mengandalkan laporan di atas kertas. Kami ingin ada verifikasi langsung dan keterlibatan masyarakat dalam prosesnya. Reklamasi bukan formalitas, tapi bukti bahwa BUMN bisa menjalankan bisnis yang berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
*Selain tambang, Anda juga menyoroti inefisiensi di tubuh BUMN, termasuk Krakatau Steel. Apa yang sebenarnya terjadi?*
Krakatau Steel itu contoh nyata proyek gagal yang mahal. Blast furnace senilai Rp30 triliun salah desain, tidak berfungsi, dan sekarang menimbulkan utang besar.
Kami di DPR mendorong agar setiap BUMN wajib memiliki studi kelayakan dan audit proyek yang benar-benar transparan. BUMN harus “kurus tapi kuat,” bukan gemuk tapi lamban. Jangan semua proyek dibiarkan atas nama program strategis tanpa akuntabilitas.
*Bagaimana posisi Anda terhadap pembentukan Danantara, badan investasi BUMN yang baru?*
Saya mendukung pembentukan Danantara, tapi dengan catatan. Lembaga ini bisa memperkuat investasi negara, asal tidak menjadi birokrasi baru atau “kantong politik.”
Artikel Terkait
Menunggu Langkah Pemerintah Memperluas Program Magang Bergaji ke 100 Ribu Peserta
Pemerintah Yakin Tak Perlu Impor Beras Lagi: Akankah Swasembada Benar Terwujud?
Kemenkeu Buka Peluang Penempatan Dana Negara di BPD, tapi Wanti-wanti Risiko dan Kasus Lama
Kekalahan Garuda Disusul Pemecatan Shin Tae-yong dari Ulsan HD
Praktik Pemborosan Anggaran Jadi Sorotan, Jeratan Rantai Kebiasaan Boros di Pemerintahan Daerah
Gubernur DKI Jakarta Minta Visa Tidak Dikeluarkan, Begini Reaksi Keras Rencana Kedatangan Atlet Israel ke Indonesia
Wacana Penghapusan Tunggakan BPJS Kesehatan: Antara Solusi Kemanusiaan dan Risiko Keuangan Negara
Melihat Wacana Pemerintah untuk Menghapus Tunggakan Kredit Usaha Rakyat bagi UMKM
Polemik BBM Kosong di SPBU Swasta Munculkan Isu Pemerintah Jegal Investasi, Begini Kata Bahlil
Menteri PU Sebut Renovasi Ponpes Al Khoziny dengan APBN, Menkeu Purbaya Bilang Begini