Manadonesia.com – Presiden Prabowo Subianto diharapkan berani mengambil langkah nasionalisasi terhadap Bank Central Asia (BCA) guna menutup beban utang nasional yang jatuh tempo. Harapan ini disampaikan oleh Sasmito Hadinagoro kepada redaksi, Senin (1/9/2025).
Menurut Sasmito, kasus yang dikenal sebagai BLBI–BCA Gate, masih menyisakan banyak persoalan yang merugikan negara. Ia menegaskan bahwa pernyataannya yang sempat dikutip keliru bukan mengenai utang BCA, melainkan terkait obligasi rekapitalisasi pemerintah senilai Rp60 triliun ditambah subsidi bunga Rp7 triliun per tahun yang bersumber dari APBN dan diberikan kepada BCA.
“Subsidi bunga itu bahkan diakui langsung oleh Subur Tan, Direktur BCA hingga tahun 2009, saat dikonfrontir dengan saya di Kantor KSP bersama sejumlah pejabat negara. Itu fakta konkret,” ujar Sasmito.
Baca Juga: Long Weekend di Depan Mata! Ini 4 Tips Menyusun Itinerary untuk Liburan
Dugaan Kerugian Negara Ratusan Triliun
Ia menjelaskan, saham mayoritas BCA sebesar 51 persen hanya dibeli dengan harga Rp5 triliun. Padahal, menurutnya, negara sebelumnya telah menggelontorkan dana Rp60 triliun plus subsidi bunga puluhan triliun, serta dividen jumbo hingga 2024 yang nilainya mencapai lebih dari Rp250 triliun.
“Jika ditotal, potensi kerugian negara bisa mencapai Rp400 triliun,” kata Sasmito.
Ia menilai, keputusan menjual saham BCA di era Presiden Megawati dan dilanjutkan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan bentuk obral aset negara. Saat ini, nilai saham 51 persen BCA disebut telah mencapai Rp600 triliun.
Seruan Nasionalisasi
Sasmito mendesak Presiden Prabowo untuk berani mengambil langkah serupa era Presiden Soekarno yang pernah melakukan nasionalisasi aset Oei Tiong Ham Concern (OTHC) hingga menjadi cikal bakal BUMN Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
“Jika Bung Karno bisa melakukan nasionalisasi, maka Presiden Prabowo juga harus berani mengambil keputusan strategis untuk menyelamatkan keuangan negara,” tegasnya.
Ia menambahkan, langkah ini bisa dilakukan tanpa mengubah manajemen BCA maupun mengganggu para nasabah. Namun, menurutnya, kepemilikan saham harus kembali ke negara demi keadilan ekonomi.
Kritik ke Aparat Penegak Hukum
Sasmito juga menyoroti lemahnya penindakan terhadap dugaan skandal ini. Ia menilai sejak 2014 hingga 2024, KPK maupun aparat hukum tidak menuntaskan persoalan besar tersebut.
“Rakyat hanya menjadi penonton. Padahal, kerugian negara sangat besar dan publik semakin resah,” ucapnya.