Ada juga kelompok-kelompok yang memaknai Islam sebagai nilai yang tidak terbatas pada waktu dan tempat sehingga bisa masuk ke dalam seluruh budaya yang ada.
Mereka berangggapan bahwa Islam bukan fisik dari sebuah budaya Arab. Islam adalah nilai universal yang tidak lekang oleh waktu.
Kelompok ini biasanya disebut sebagai kelompok substantif. Namun, ada juga kelompok yang berusaha untuk berdiri di antara dua kelompok di atas.
Di satu sisi, mereka menganggap bahwa pancaran Islam sebagai sebuah doktrinal tekstual yang tidak bisa diubah lagi.
Baca Juga: Bahaya! Jika Lebah Punah, Manusia Hanya Bisa Hidup 4 Tahun, ini Penjelasannya yang Wajib Kamu Tahu
Tetapi, di sisi lain, ada hal yang bersifat substantif kontekstual. Sedangkan, kelompok Islam Indonesia dipandang sebagai Islam tidak murni yang telah tercampur kepercayaan dan praktik keagamaan lokal.
Umat Islam di Indonesia yang menjadi mayoritas memang memiliki posisi yang sangat unik, tidak seperti di negara-negara lainnya.
Timur tengah dan Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim juga. Kendati demikian, sejak lama umat Islam di Indonesia hidup bersandingan dengan agama-agama lainnya.
Keunikan inilah yang memengaruhi penghayatan umat Islam di Indonesia terhadap pluralitas agama yang tidak dimiliki oleh umat agama mayoritas di negara lainnya.
Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur merupakan sosok yang melahirkan pemikiran tentang pribumisasi Islam di Indonesia.
Pribumisasi Islam ala Gus Dur lahir sebagai sebuah opsi gagasan. Namun, menurutnya, dia bukanlah orang pertama yang memulai gagasan tersebut.
Karena dia hanya melanjutkan estafet dari langkah strategi yang pernah dijalankan oleh Wali Songo.
Dengan langkah pribumisasi, Gus Dur beranggapan bahwa Wali Songolah yang telah berhasil mengislamkan tanah Jawa, tanpa harus berhadapan dan mengalami ketegangan dengan "local wisdom".
Pribumisasi Islam ala Gus Dur pertama kali terlontar ke permukaan pada tahun 1980-an. Sejak saat itu, Islam pribumi menjadi perdebatan menarik dalam lingkungan para intelektual,Baik intelektual senior maupun intelektual muda.
Dalam pemikiran Gus Dur ini tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran normatif yang bersumber dari Allah SWT diakomodasikan ke dalam kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing.
Artikel Terkait
Sempat Diperebutkan Beberapa Negara, Inilah Asal-usul nama Pulau Menangis di Sulawesi Utara
Penjelasan Ilmiah Mengapa Senyum Bisa Menular, Simak
Pasar Unik dan Ekstrim di Berbagai Dunia, Ada yang Jual Gadis Perawan!
Kisah Seorang Model Cantik yang Klimaks Dicumbu Genderuwo, Sering Tidur dengan Sosok Misterius
Aneh! Sebelum Menikah, Wanita di Daerah ini Akan Digilir Para Pria di Gubuk Cinta, Bisa Ratusan Kali Gituan
Orang Sulut Pasti Tau Minuman Cap Tikus, Ini Dia Sejarahnya!