Manadonesia.com - Sebagian publik di Tanah Air sedang ramai menyoroti pernyataan Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon terkait peristiwa era transisi reformasi pada Mei 1998 silam.
Sebelumnya diketahui, pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait 'pemerkosaan massal 1998' menuai kritik luas hingga didesak untuk minta maaf kepada publik.
Kritik hingga kekecewaan terhadap Fadli Zon disampaikan oleh sederet aktivis, sebab pernyataan Fadli Zon terkait 'pemerkosaan massal' di peristiwa Mei 1998 itu dinilai keliru.
Baca Juga: Setelah Tel Aviv Digempur Rudal Iran, Menhan Israel Kini Ancam Keselamatan Warga Teheran
Fadli Zon pun sempat menjawab kritik tersebut. Dalam klarifikasinya, Fadli Zon mengapresiasi publik yang dinilai semakin peduli pada sejarah, termasuk era transisi reformasi pada Mei 1998.
Menteri Kebudayaan RI itu mengatakan, peristiwa huru-hara pada 13-14 Mei 1998 memang menimbulkan sejumlah silang pendapat dan beragam perspektif, termasuk ada atau tidak adanya perkosaan massal.
Terkini, Kepala Kantor Kepresidenan (PCO) Istana RI, Hasan Nasbi menanggapi pernyataan Fadli Zon terkait pemerkosaan massal tahun 1998 yang menuai banyak kritik.
Terkait hal itu, Hasan mengklaim pihaknya telah menyerahkan hal itu ke ahli sejarah.
"Dalam konteks hal yang sedang disusun oleh Kementerian Kebudayaan, mari kita sama-sama beri waktu para sejarawan untuk menuliskan," tutur Hasan dalam jumpa pers di Kantor PCO, Jakarta, pada Senin, 16 Juni 2025.
"Ini kan sekarang semua dalam proses dan dalam proses ini terlalu banyak spekulasi-spekulasi yang menyatakan ini tidak ada, ini ada, coba kita biarkan para sejarawan ini menuliskan ini, dan untuk nanti kita pantau," imbuhnya.
Kendati demikian, Hasan meyakini proses penulisan sejarah ulang di Kemenbud melibatkan sejarawan yang kredibel.
Untuk itu, Kepala PCO itu meminta tidak ada spekulasi dan perdebatan yang berujung polemik, seraya mempersilakan masyarakat menyampaikan aspirasi dan kritik dengan cara diskusi dengan kementerian terkait.
"Kalau ada kritik dan masukan silakan, tapi kalau hanya pergunjingan-pergunjingan di media sosial ya, citra-citra negatif yang seperti yang Anda sebutkan," tutur Hasan.
Hasan kemudian mengingatkan publik agar tidak terjebak dengan narasi-narasi yang tergolong gosip yang beredar di media sosial.
"Apalagi dari orang-orang yang kalau dia mengerti sejarah silakan dialog dengan para ahli sejarah. Kalau bukan ahli sejarah ya kita baca sebagai macam bacaan-bacaan saja ya, bacaan di media sosial," ujarnya.
Artikel Terkait
Tak Terlihat di Video Momen Siraman Al Ghazali, Maia Estianty Jelaskan Keberadaan Tissa Biani
Dituding Telantarkan Jemaah Haji Kloter Kertajati 01 yang Alami Delay 6 Jam, Petugas Haji Beri Klarifikasi Begini
KBRI Tehran Terbitkan 7 Imbauan Penting untuk WNI di Iran Menyusul Pecahnya Konflik Iran-Israel
Polda Jatim Bongkar Grup WA Gay Penyebar Konten Pornografi dan Cari Pasangan Sesama Jenis, 4 Pria Diringkus
AFC Tunjuk Qatar dan Arab Saudi Jadi Tuan Rumah Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, Erick Thohir: Saya Minta AFC...
Petarung MMA Kritik Pedas Wali Kota Pematangsiantar di Atas Ring, Sindir Ucapan Tak Ada Atlet Bisa Kaya
Ikut Aksi Global March to Gaza, Zaskia Adya Mecca Ungkap Pengalaman Mencekam dan Sempat Dikepung Aparat Mesir
Viral! Ferrari Rp18 Miliar Terguling dari Towing di Tol Cengkareng, Warganet: Sakit Tak Berdarah
Netanyahu Keluar dari Tempat Persembunyian, Ancam Balas Iran: Mereka akan Membayar Mahal
Setelah Tel Aviv Digempur Rudal Iran, Menhan Israel Kini Ancam Keselamatan Warga Teheran