Sudah Saatnya Pemerintah Rangkul Media yang Dipercaya Rakyat, Bukan Influencer

photo author
- Selasa, 2 September 2025 | 15:11 WIB
Potret aksi demo di area Gedung DPR dan MPR RI, Jakarta Pusat, pada Kamis, 28 Agustus 2025. (Foto: Harianterbit.com/Aldi Tsaqif)
Potret aksi demo di area Gedung DPR dan MPR RI, Jakarta Pusat, pada Kamis, 28 Agustus 2025. (Foto: Harianterbit.com/Aldi Tsaqif)

Manadonesia.com - Sedang ramai menuai sorotan sebagian publik Tanah Air terkait pengakuan influencer kenamaan di Indonesia, Jerome Polin yang mengungkap terkait tawaran yang diduga untuk menjadi buzzer untuk meredam aksi unjuk rasa masyarakat terhadap Parlemen RI.

Lewat akun Instagram pribadinya, @jeromepolin yang diposting pada 29 Agustus 2025, Jerome menampilkan tangkapan layar ajakan membuat narasi damai yang disebut melibatkan pemerintah, DPR, Korps Brigade Mobil (Brimob), hingga ojol.

“Ini (terkait) buat narasi untuk pencitraan seolah semua baik-baik saja. Jangan sampai lengah, jangan terpecah belah, kawal terus,” tulis influencer tersebut.

Baca Juga: Makanan Ringan Indonesia Sukses Masuk Pasar Afrika, Ekspor Perdana Tembus Pantai Gading

Unggahan ini langsung viral dan memunculkan spekulasi terkait pemerintah yang dinilai lebih memilih buzzer ketimbang media massa untuk meredam aksi unjuk rasa tersebut.

Fenomena ini lantas mendorong beberapa tokoh masyarakat hingga pakar komunikasi yang mengingatkan agar pemerintah harusnya lebih merangkul media massa ketimbang influencer dalam menjaga komunikasi dengan masyarakat.

Terlebih, sebagian pakar menyoroti pola lama yang dinilai banyak mengandalkan buzzer dalam agenda politik pemerintah. Berikut ini sederet penuturan menurut pakar ahli hingga akademisi di Indonesia:

Kritik dari Pakar Komunikasi

Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie mengingatkan agar Presiden Prabowo tidak mengulangi pola lama di era Jokowi yang banyak mengandalkan buzzer.

“Tak bisa dipungkiri era Presiden Jokowi banyak menggunakan buzzer dan influencer,” kata Jerry dalam pernyataannya, pada 31 Agustus 2025.

Menurutnya, komunikasi publik yang kredibel seharusnya dilakukan langsung oleh pejabat negara atau melalui media yang memiliki mekanisme verifikasi.

Minimnya Strategi Komunikasi Publik

Pengamat komunikasi politik di Universitas Padjadjaran (UNPAD), Kunto Adi Wibowo juga pernah menilai komunikasi publik Prabowo-Gibran belum jelas arah strateginya.

“Komunikasi publik pemerintahan Prabowo-Gibran belum fokus pada strategi komunikasi publik. Kebijakan yang menyangkut kepentingan hidup orang banyak sering kali berpotensi berubah menjadi bola liar di masyarakat,” ujar Kunto dalam keterangannya yang dikutip pada Selasa, 2 September 2025.

Dengan kata lain, Kunto menilai, kecenderungan mengandalkan influencer justru bisa memperkeruh keadaan, bukan menyelesaikan persoalan publik.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Fahri Rezandi Ibrahim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X