Manadonesia.com - Eks Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Thomas Trikasih Lembong atau akrab disapa Tom Lembong, ikut angkat suara soal tuntutan 17 plus 8 yang mencuat setelah aksi demonstrasi besar pada akhir Agustus 2025 lalu.
Tuntutan 17 plus 8 sendiri muncul sebagai rangkuman aspirasi massa setelah aksi demonstrasi besar yang salah satunya menuntut adanya perubahan dalam sistem pemerintahan RI.
Hal tersebut hingga kini menjadi bahan perbincangan publik, terkhusus oleh pengamat politik di Tanah Air.
Baca Juga: Mencermati Akar Konflik Tanah Israel Sejak 1947 setelah Kini 142 Negara Gaungkan Palestina Merdeka
Perihal itu, Tom Lembong menilai tuntutan 17 plus 8 bisa menjadi langkah awal menuju perubahan sistem pemerintahan di Indonesia.
Dalam siniar YouTube Raymond Chin yang tayang pada Jumat, 12 September 2025, Tom menyebut munculnya aspirasi itu adalah momentum yang tidak bisa dianggap sepele.
"Saya melihat tuntutan 17 plus 8, itu langkah awal yang baik. Tentu, setelah langkah pertama, akan ada langkah kedua, ketiga, dan keempat," sebutnya.
Tom Lembong menekankan, proses perubahan harus dilakukan secara bertahap dan konsisten.
Menurutnya, terkait suara masyarakat, audiens, dan teknologi adalah modal penting yang bisa mendorong lahirnya perbaikan dalam sistem pemerintahan.
"Jadi menurut saya, mari kita mulai dari mana kita berada, lalu kita gunakan apa yang kita miliki. Kalau dilakukan terus-menerus, perubahan itu akan terjadi dengan sendirinya," imbuh Tom Lembong.
Untuk menggambarkan pentingnya perubahan bertahap, Tom Lembong lantas menganalogikan perubahan tersebut dengan sebuah dongeng tentang peristiwa dalam papan catur yang memiliki 64 kotak.
Dalam ceritanya, Tom mengisahkan seorang raja yang menawarkan hadiah apapun kepada penasehatnya agar kerajaan dapat berdiri dengan kokoh.
"Penasihat itu bilang, ‘saya hanya minta satu butir beras di kotak pertama, dua di kotak kedua, empat di kotak ketiga, dan seterusnya’," kata Tom menuturkan cerita tersebut.
Awalnya, sang raja menganggap permintaan itu sederhana. Namun, seiring waktu, jumlah beras yang diminta berlipat ganda hingga membuat seluruh kerajaan kewalahan.
"Petugas kerajaan panik, bilang ke raja, ‘satu kerajaan kita tidak cukup untuk memenuhi permintaan sebutir beras itu’, kata petugas kerajaan," tutur Tom Lembong.