Manadonesia.com - Kasus keracunan yang menimpa ribuan anak di berbagai daerah belakangan ini membuat pemerintah bergerak cepat memperbaiki pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Salah satu yang menuai sorotan tajam, yakni tentang banyak dapur penyedia makanan yang justru belum tersertifikasi laik sehat.
Dalam situasi itu, percepatan sertifikasi dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) kini menjadi pekerjaan besar di lapangan.
Baca Juga: Tepuk Sakinah dan Doa Sunyi di Balik Lonjakan Perceraian: Maknanya Sentuh Akar Persoalan Keluarga
Ribuan dapur kini mulai ditargetkan di seluruh daerah agar segera memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS).
Kendati demikian, sejatinya upaya ini bukan hanya soal melengkapi berkas sertifikasi, tetapi juga memastikan makanan yang disajikan benar-benar aman dikonsumsi penerima manfaat.
Di banyak tempat, SPPG bahkan baru mengurus sertifikat setelah insiden terjadi. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah-tengah publik.
Terkini, upaya memperbaiki kualitas penyelenggaraan MBG mulai tampak usai sekitar 500 relawan penjamah makanan dari 100 SPPG mengikuti pelatihan higiene dan sanitasi yang digelar mandiri oleh para mitra MBG di Bandung, pada Sabtu, 4 Oktober 2025.
Pelatihan Massal dan Pembenahan SOP
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Brigjen Pol Sony Sonjaya menuturkan, program itu dilakukan demi meningkatkan kualitas dapur MBG.
“Isinya materi materi untuk meningkatkan kualitas para relawan penjamah makanan,” kata Sony Sonjaya di Bandung, pada Sabtu, 4 Oktober 2025.
Menurutnya, pelatihan ini bagian dari dorongan agar seluruh SPPG benar benar mengikuti standar operasional, mulai dari penerimaan bahan makanan, pengolahan, hingga distribusi.
“Kami menekankan agar semua SPPG melaksanakan SOP yang sudah ditetapkan,” ujarnya.
BGN mencatat, di Jawa Barat saja ada lebih dari 2.600 dapur MBG yang tengah berproses mendapatkan SLHS. Targetnya, seluruhnya tersertifikasi dalam dua pekan.
Meski begitu, di lapangan, sejumlah pengelola dapur mengaku masih kesulitan menyesuaikan standar karena keterbatasan fasilitas dan tenaga terlatih.