Manadonesia.com - Jembrana tak hanya menyimpan pesona alam di Bali Barat, tetapi juga menyimpan jejak sejarah yang panjang dan menarik untuk ditilik wisatawan.
Salah satu destinasi yang mengajak wisatawan menyelami masa lalu adalah Puri Agung Negara, sebuah bangunan bersejarah yang terletak di Banjar Tengah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana.
Wisatawan yang berkunjung ke Puri Agung Negara dapat merasakan pengalaman mengenal sejarah panjang berdirinya Kota Negara, lengkap dengan warisan arsitektur bergaya kolonial Belanda yang masih kokoh berdiri.
Baca Juga: Menapak Jejak Dakwah Islam di Jembrana: Wisata Religi ke Makam Buyut Lebai dan Ustaz Ali Bafaqih
Bangunan puri ini merupakan salah satu simbol kebesaran masa lampau yang kini dibuka untuk umum.
Uniknya, pengunjung dapat memasuki area puri tanpa tiket berbayar.
Sistem donasi sukarela diberlakukan bagi siapa pun yang ingin menjelajahi kawasan ini, baik dewasa maupun anak-anak.
Puri Agung Negara juga punya nilai sejarah tinggi karena dulunya merupakan kediaman Anak Agung Bagus Sutedja, Gubernur Bali pertama. Dari sinilah banyak keputusan penting di masa awal pemerintahan Bali modern bermula.
Berdasarkan temuan arkeologis, kawasan ini sudah dihuni sejak 6.000 tahun lalu.
Nama "Jembrana" diyakini berasal dari istilah "Jimbar Wana", yang berarti hutan belantara, tempat bersemayamnya naga raja, sosok mitologis yang menghuni wilayah ini dalam cerita rakyat.
Cerita rakyat dan mitos yang hidup di masyarakat telah membentuk tradisi lisan yang dinilai kuat.
Tradisi ini menjadi dasar terbentuknya sistem kerajaan, lengkap dengan struktur kekuasaan, simbol-simbol pusaka, hingga pembentukan keraton sebagai pusat pemerintahan tradisional.
Puri pertama yang didirikan di Jembrana adalah Puri Gede Jembrana, dibangun pada awal abad ke-17 oleh I Gusti Made Yasa.
Raja pertamanya adalah I Gusti Ngurah Jembrana, yang memimpin bersama para pengikutnya dari berbagai latar belakang, baik Bali Hindu maupun komunitas Islam.
Sebagai penanda legitimasi, sang raja juga memiliki sejumlah benda pusaka, seperti tombak, tulup, dan keris bernama "Ki Tatas", yang melambangkan kekuatan spiritual dan kekuasaan kerajaan pada masa itu.
Artikel Terkait
DPR Soroti Akun Ganda Medsos, Minta Platform Batasi Satu Orang Satu Akun
Isu Bupati Batang Hari Ngambek Dibantah, Pemkab Pastikan SK PPPK Tak Ditahan
Sebelum Ditetapkan 17 Oktober, Istana Ungkap Ada Alternatif Tanggal Lain Sebagai Hari Kebudayaan Nasional
Curahan Hati Ivan Gunawan Ihwal Perjalanan Spiritual, Ceritakan Sisi Feminin Dirinya di Masa Lalu
Setelah Ramai Tarif 19 Persen Ekspor RI ke AS, Kini Terungkap Isi Obrolan Trump dan Prabowo via Telepon
Pujian Selangit Donald Trump ke Prabowo Setelah Negosiasi Panjang Tarif Dagang RI dan AS
Soal 17 Oktober Jadi Hari Kebudayaan Nasional Berbarengan Ultah Prabowo, Istana: Kita Tidak Menganut Cocoklogi
Larangan Vanenburg ke Jens Raven usai Viral Selebrasi Aura Farming saat Gilas Brunei di Piala AFF U-23 2025
Heboh di Medsos, Siswa Tuban Temukan Belatung di Lauk MBG yang Dibagikan
Menapak Jejak Dakwah Islam di Jembrana: Wisata Religi ke Makam Buyut Lebai dan Ustaz Ali Bafaqih