Rocky Gerung Tegas Bilang Whoosh Bukan Jawaban untuk Kebutuhan Publik

photo author
- Senin, 1 Desember 2025 | 11:47 WIB
Rocky Gerung soroti ide awal pengadaan proyek kereta cepat atau Whoosh. (Instagram/keretacepat_id)
Rocky Gerung soroti ide awal pengadaan proyek kereta cepat atau Whoosh. (Instagram/keretacepat_id)

“Habibie waktu itu menemukan ilmu rumus untuk membuat sayap (pesawat) yang akhirnya dipatenkan, itu artinya Indonesia pernah masuk dalam lompatan teknologi,” ucap Rocky Gerung.

“Indonesia pernah main di 30 ribu kaki, nah sekarang balik 0 kaki, merayap kan itu. Jadi, itu nggak benar (lompatan teknologi),” sambungnya.

Whoosh Jadi Bagian Bangun Relasi dengan China?

Dalam video yang sama, Rocky lantas menyinggung tentang upaya untuk membangun relasi dengan China melalui proyek Whoosh.

“Orang merasa bahwa apakah ini bagian dari mark up? Asumsi publik kan, apakah ini bagian cawe-cawe bangun relasi dengan China secara hubungan internasional?” lanjutnya.

Mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN) Sri Radjasa Chandra yang menjadi host podcast tersebut menambahkan bahwa persoalan Whoosh bukan lagi sekadar utang negara.

“Whoosh jadi pintu masuk buat China untuk memfasilitasi, mengisi kedaulatan di bidang berhubungan,” ujar Sri Radjasa.

Mengenai hubungan Indonesia dan China terkait Whoosh, Rocky Gerung menyebut Jepang seharusnya menjadi pihak yang paling marah.

Pasalnya, studi dan riset proyek kereta cepat dilakukan oleh Jepang, tapi hasilnya justru diberikan kepada China.

Hal itu juga sempat disinggung oleh akademisi Sulfikar Amir mengenai studi kelayakan Whoosh.

“Mereka (China) mengambil studi kelayakan Jepang, dipelajari lalu membikin proposal studi kelayakan terhadap studi kelayakan,” kata Sulfikar Amir dikutip dari podcast Forum Keadilan TV pada Kamis, 13 November 2025.

“Kalau Jepang kan mereka ke lapangan, ngukur, ditimbang kemudian melakukan survei 4 tahun,” lanjutnya.

Dosen Nanyang Technological University (NTU), Singapura itu menyebut bahwa studi yang dilakukan China tidak empirik atau situasi yang tidak didasarkan pada peristiwa nyata melalui penelitian atau observasi.

Saat itu, Sulfikar juga menyebut bahwa studi tanpa turun ke lapangan juga menjadi penyebab pembengkakan biaya atau cost overrun yang kini ditanggung oleh proyek Whoosh.
***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Fahri Rezandi Ibrahim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X