Dalam masyarakat atau negara miskin, mungkin saja masalah kekurangan pangan tidak lagi menjadi isu, tetapi digantikan oleh kekurangan lapangan kerja.
Dengan demikian sumber zakat, termasuk zakat fitri sudah layak jika pengunaannya ditujukan kepada aspek kehidupan lain dalam proses pembangunan umat, dengan tetap mengingat sasaran pendayagunaan zakat yang mencakup delapan ashnaf.
Membangkitkan Solidaritas Islam
Pembayaran ZIS hendaknya tidak dipahami sebagai perintah ubudiyah semata, tetapi sangat jelas efek solidaritasnya antara sesama umat Islam.
Bahwa menurut Ibn Khaldun, stata sosial masyarakat yang paling atas menjadi lapisan yang paling rawan, sebab secara sosiologis, masyarakat tingkat atas itu tidak lagi mempunyai rasa solidaeitas yang kuat, akibat kepedulian sosialnya semaking kurang.
Bagi masyarakat Islam, prediksi Ibn Khaldun itu dapat ditangkal dengan tetap tumbuhnya solidaritas orang-orang yang sudah berkehidupan makmur (masyarakat hadharah), tidak akan mudah kehilangan rasa solidaritas, asal saja tetap menngamalkan dan menghayati makna ibadah zakat yang mengandung pesan untuk membantu mereka yang dilanda penderitaan.
Dengan demikian, kita tidak perlu takut mengejar kemajuan dan mewujudkan masyarakat makmur sebab kemakmuran yang dijanjikan Islam bukanlah kemakmuran kapitalistik yang mengunakan kekayaan menindas orang miskin agar semakin miskin, melainkam kemakmuran yang membawah berkah bagi orang-orang miskin sekitarnya.
Salah satu hikmah ajaran zakat adalah agar harta itu tidak hanya dinikmati oleh orang-orang kaya, sebagaimana firman Tuhan dalam Q.S. Al-Hasyr I(59):7:
مَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Yang artinya :
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Dewasa ini, sebahagian umat kita terjebak oleh kemiskinan struktural. Mereka miskin bukan hanya karena kemalasannya, melainkan karena kondisi sosial yang menepatkan mereka beradadalam stata paling bawah, kurangnya lapangan kerja, serakahnya orang-orang berada, penekanan yang berlebihan pada sektor pertumbuhan ekonomi.
Hal demikian dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk bersaing dalam mengaadakan kolusi memperoleh proyek-proyek raksasa, walaupun rakyat kecil harus digusur, ditambah lagi dengan belum maksimalkan pemerataan yang ditimbulkan kecemburuan sosial yang terpendam.
Maka untuk melepaskan umat dari kondisi yang demikian diperlukan pemikiran yang mendasar dan langkah konkret dengan menggalang solidaritas di antara mereka serta diperlukan adanya keberanian dan kearifan dari pemerintah yang menyusun kebijakan dari atas untuk lebih memperhatikan nasib orang kecil; mengajak secara bijaksana para konglomerat untuk lebih bersifat manusiawi, mengelolah bisnis untuk kepentingan bersama, bukan bisnis untuk kerajaan bisnis semata-mata.
Mendorong Etos Kerja Umat