Apa Dasar Penamaan Al-Ayyam Al-Bidh? Apakah Sebagiannya Adalah Puasa Enam Hari di Bulan Syawwal?

photo author
- Sabtu, 8 April 2023 | 19:52 WIB
Dasar Penamaan Al-Ayyam Al-Bidh? Apakah Sebagiannya Adalah Puasa Enam Hari di Bulan Syawwal (pexels.com/@nc-farm-bureau-mark.)
Dasar Penamaan Al-Ayyam Al-Bidh? Apakah Sebagiannya Adalah Puasa Enam Hari di Bulan Syawwal (pexels.com/@nc-farm-bureau-mark.)

MANADONESIA.COM - Berikut ini penjelasan tetang apa dasar penamaan Al-Ayyam Al-Bidh.

Dijelaskan pula apakah sebagiannya adalah puasa enam hari di bulan Syawwal.

Al-Ayyam al-Bidh ada di setiap bulan Qamariyyah, yaitu ketika bulan ada diawal hingga akhir malam 13, 14 dan 15.

Disebut Bidh karena ia memutihkan malam dengan rembulan dan siang dengan matahari.

Baca Juga: Bagaimana Hukum Ziarah Kubur bagi Perempuan Muslim? Baca Penjelasan ini Agar Tidak Melakukan Tradisi Jahiliah!

Ada juga pendapat yang mengatakan karena Allah Swt menerima taubat nabi Adam as pada hari-hari itu dan memutihkan lembaran amalnya. Az-Zarqani ‘ala al-Mawahib, juz. 8, hal. 133.

Dalam al-Hawi li al-Fatawa karya Imam as-Suyuthi disebutkan, ada yang mengatakan bahwa ketika nabi Adam as diturunkan dari surga, kulitnya menghitam.

Maka Allah Swt memerintahkan agar ia melaksanakan puasa al-Ayyam al-Bidh pada bulan Qamariyyah.

Ketika ia melaksanakan puasa pada hari pertama, sepertiga kulitnya memutih. Ketika ia berpuasa pada hari kedua, sepertiga kedua kulitnya memutih.

Baca Juga: Apa Hukum Ziarah Kubur usai Shalat Ied Idul Fitri? Berikut Penjelasannya Apakah Termasuk Wajib atau Sunnah

Ketika ia berpuasa pada hari ketiga, seluruh kulit tubuhnya memutih. Pendapat ini tidak benar.

Disebutkna dalam hadits yang disebutkan al-Khathib al-Baghdadi dalam al-Amaly dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq dari hadits Ibnu Mas’ud, hadits Marfu’, hadits Mauquf dari jalur riwayat lain, disebutkan Ibnu al-Jauzi dalam al-Maudhu’at dari jalur riwayat Marfu’, ia berkata, “Hadits Maudhu’ (palsu), dalam sanadnya terdapat sekelompok orang yang tidak dikenal”.

Terlepas dari apakah nabi Adam as melaksanakannya atau pun tidak, sesungguhnya Islam mensyariatkan puasa ini dalam menjadikannya sebagai amalan anjuran.

Dalam az-Arqani ‘ala al-Mawahib dinyatakan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Saw tidak pernah berbuka (tidak berpuasa) pada hari-hari Bidh (13, 14 dan 15), baik ketika tidak musafir maupun ketika musafir”. Diriwayatkan oleh an-Nasa’i.

Dari Hafshah Ummul Mu’minin, “Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah Saw; puasa ‘Asyura’, sembilan hari di bulan Dzulhijjah, al-Ayyam al-Bidh (13, 14 dan 15) dan dua rakaat Fajar”. (HR. Ahmad).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Fahri Rezandi Ibrahim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X