Awal Mula Ledakan Polemik Royalti, Aturan Musik yang Bikin Pengusaha Matikan Speaker di Cafe

photo author
- Jumat, 15 Agustus 2025 | 15:42 WIB
Ilustrasi royalti lagu yang tengah menjadi polemik di industri musik Tanah Air. (Unsplash.com/AJ)
Ilustrasi royalti lagu yang tengah menjadi polemik di industri musik Tanah Air. (Unsplash.com/AJ)

Berkaca dari hal itu, terdapat skema pembayaran hingga target penghimpunan royalti musik dari LMKN yang perlu diketahui oleh publik.

*Menilik Aturan Pembayaran Royalti*

Sistem pembayaran royalti sebenarnya telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan diperjelas lewat Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021.

Regulasi ini mencakup 14 jenis layanan publik komersial yang wajib membayar royalti, mulai dari restoran, bioskop, hingga hotel dan usaha karaoke.

Penarikan royalti dilakukan LMKN berdasarkan laporan penggunaan lagu yang tercatat di Sistem Informasi "Lagu atau Musik".

Hasilnya kemudian dibagikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait yang menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

*Target Penghimpunan Royalti*

Berdasarkan data LMKN, penghimpunan royalti tahun 2024 mencapai Rp77,153 miliar, meningkat drastis dari Rp19,863 miliar pada tahun 2021.

Lonjakan ini terjadi setelah berlakunya PP Nomor 56 Tahun 2021 yang memberi kewenangan penuh kepada LMKN untuk mengelola royalti.

Ketua LMKN, Dharma Oratmangun dalam evaluasi kinerja lembaganya pernah mengungkap angka yang lebih tinggi dari penghimpunan royalti pada tahun lalu.

"Target yang ingin dicapai LMKN di tahun 2025 sekitar Rp126 miliar. Jadi ini semua tidak ‘ngasal', ya, ada hitung-hitungannya," kata Dharma dalam rapat koordinasi LMKN di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis, 16 Januari 2025.

Polemik royalti ini menunjukkan regulasi yang ada masih meninggalkan ruang abu-abu yang membingungkan banyak pihak, baik musisi maupun pelaku usaha.

Di satu sisi, perlindungan hak cipta merupakan hal penting untuk memastikan para pencipta lagu mendapatkan apresiasi yang layak.

Namun, di sisi lain, penerapan aturan tanpa sosialisasi yang memadai berisiko memicu resistensi dan bahkan menghambat pelaku usaha untuk memutar musik secara legal.

Jika tidak ada perbaikan pada sistem pengelolaan dan transparansi dana royalti, jurang ketidakpercayaan publik terhadap lembaga pengelola akan semakin dalam.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Fahri Rezandi Ibrahim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X